Wali Kota Makassar: Tangani Covid-19 Tidak Bisa Pakai Ilmu Kirologi

 

Merdeka.com - Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto atau biasa dikenal sebagai Danny Pomanto bersemangat ketika berbagi cerita mengenai penanganan Covid-19 di daerah yang dipimpinnya. Berbagai kebijakan dan gebrakan dikeluarkan untuk menekan angka penularan. Termasuk langkah-langkahnya memperkuat ketahanan kelompok atau herd imunity melalui program vaksinasi.

Melalui layar telepon genggamnya, Danny Pomanto selalu mendapat laporan perkembangan penanganan kasus Covid-19 di Makassar. Data itu berasal dari tim satgas hingga tiga pasukan khusus yang dibentuknya. Semua kebijakan penanganan Covid-19 dilakukan berbasis data yang sahih. Bukan asal-asalan.

"Tidak bisa kita main main. Maksudnya tidak boleh kita tidak pakai data asal. Ibaratnya, jangan jadi pakai ilmu 'Kirologi' atau ilmu kira-kira. Harus pakai data. Banyak yang hancur karena pakai ilmu Kirologi," ujar Danny

Berikut petikan wawancara Danny Pomanto dengan jurnalis merdeka.com Ahmad Fikri Faqih, akhir pekan lalu.

T: Bagaimana Kota Makassar mengendalikan penyebaran Covid-19?

J: Kota Makassar ini sudah punya namanya Makassar Recover. Makassar Recover ini sudah punya tiga pasukan.

Pasukan pertama namanya Satgas Detector. Tugasnya mendeteksi penyebaran Covid-19. Ada 10.000 orang dalam tim. Ditambah 5.000 tenaga kesehatan, 306 dokter dan 200 tim kelurahan dan kecamatan. Jadi ada sekitar 16.000. Semua sedang dilatih untuk secara periodik ke bawah memeriksa kesehatan masyarakat.

Jadi tim detector turun ke bawah kemudian mengumpulkan semua data secara digital. Misalkan dengan GeNose, saturasi, suhu, tekanan darah lalu wawancara tentang penyakit komorbid. Lalu di-QR Code kan semua orang.

Tim detector turun secara periodik. Kalau (kasus) naik, mereka turun per dua minggu menggerakkan 16.000 orang menyasar ke 1,5 juta penduduk. Kalau (kasus) terkontrol, mereka hanya turun sebulan sekali. Jadi kita punya periodikal data. Penampilannya dia mengenakan jaket dan baju hazmat. Tapi lebih humanis, lebih fancy agar orang bisa lebih akrab, tidak seram.

Satgas ini saya minta masuk ke kamp polisi dan tentara. Mereka dilatih dulu. Mereka diajarkan tentang prosedur dan lain-lain. Kebanyakan mereka lokal influencer. Kita gunakan influencernya warga di Rukun Tetangga (RT). Jadi face recognationnya itu dia, jadi orang ketika lihat dia bisa welcome saat diperiksa.

Satgas yang kedua adalah Satgas Raika. Satgas pengurai kerumunan. Ini sudah mulai berjalan. Kita kan sudah punya protokol usaha dan acara. Jadi saya kontrol itu. Semua saya kontrol. Saya sudah cabut cafe yang paling besar di sana (Makassar). Namanya Holywings. Kafe itu banyak bekingannya. Tetap saya berhentikan. Saya bekukan izinnya. Melawan dia, saya cabut izinnya. Tidak ada urusan. Tapi saya sudah koordinasi dengan pihak kepolisian dan mereka sudah sepakat. Kalau masih melawan saya akan cabut IMB-nya. Kalau cabut IMB-nya tinggal buldozer saja itu. Tidak bisa main-main kita soal ini.

Menariknya, efek kepada yang lain bagus sekali. Jadi tempat hiburan malam, semua akhirnya bersepakat. Waktu PPKM paska lebaran kan sudah terkontrol (penyebaran Covid-19), nah mereka buka itu semua. Dengan saya berhentukan Holywings, akhirnya mereka bersepakat buka jam 17.00 tutup jam 22.00. Mereka juga buat satgas sendiri. Membantu satgas kita. Tapi saya juga tidak mau ditipu-tipu sama mereka.

Satgas terakhir, Covid Hunter. Kita tahu kelemahan ada di tracing. Jadi banyak pemerintah daerah dan hampir semua, tidak jelas tracingnya. Nah saya bikin tracing namanya Covid Hunter, satgas pemburu Covid. Saya sudah belikan 200.000 antigen, PCR sudah punya sendiri, GeNose juga ada untuk pemeliharaannya. Dan yang juga menarik adalah kita ada suplemen yang terbukti menyembuhkan orang di Makassar. Kita kan paling tinggi recovery ratenya. Paling tinggi 98 persen. Nasional 95 persen. Dunia kan 85 persen. Dan fatality rate kita (Makassar) juga paling rendah. Paling tinggi kita punya recovery rate, dan BOR (Bed Occupancy Ratio) kita kedua atau ketiga terendah di Indonesia.

T: Bagaimana SOP Covid Hunter?

J: Covid Hunter ini dibutuhkan masyarakat. Jadi kami fokus di Covid Hunter itu per-kelurahan. Jadi jika ada kejadian (positif) di Kelurahan, Covid Hunter ada di sana. Mereka akan langsung pakai semacam garis polisi. Tidak boleh orang keluar sebelum dites swab. Jadi lockdown titik.

Mereka melakukan pemeriksaan. Kalau lebih dari 30 persen orang positif, lockdown sampai sembuh dan tidak bisa keluar. Kalau ada yang suspek langsung diperiksa tiga tempat diperiksa, rumahnya, tempat kerja dan tempat kumpulnya. Kalau kumpulnya di warung kopi juga diperiksa. Bekerjanya dengan polisi, jadi warga tidak boleh menolak.



T: Bagaimana dengan tingkat kedisiplinan warga menerapkan prokes?

J: Ada Satgas Raika. Kita juga punya indeks kepatuhan protokol kesehatan. Ini sedang berjalan. Karena itu kan harus pakai QR Code. Tapi buktinya, kita menurun sekali. Setelah kami bertugas secara sistematis, menurun sekali. Makassar diberi nilai zona oranye, padahal dari analisis kita sendiri, epidemolog kita jelas. Kita tidak mengada-ada.

T: Banyak daerah yang justru mengurangi tracing. Bagaimana dengan Makassar?

J: Saya tidak mau begitu. Mau dapat 100 (kasus positif sehari) tidak apa-apa, yang penting jujur kita. Daripada kita menipu diri sendiri. Orang paling bodoh itu kalau menipu diri sendiri.

T: Ada kepala daerah yang kabarnya mengedit data biar zona hijau. Bagaimana tanggapan Anda?

J: Yang penting itu sembuh. Bagus malah kalau merah. Kita datang jadi hijau. Jangan hijau, tapi hijau palsu. Sebentar meledak jadi merah.

T: Ada daerah khawatir ketika massif tracing, kasus meledak dan rumah sakit tidak sanggup. Permasalahan ini juga terjadi di Makassar?

J: Kami punya data per hari, BOR dan lainnya kita ukur. Setiap saat selalu kita paparkan. Epidemiolog yang paparkan. Jadi kalau dibilang hati hati, ya kita hati-hati. Kemarin sempat ada kenaikan, dan ini dikhawatirkan akan naik seperti Idulfitri tahun lalu. Makanya kita jaga. Kita pernah jebol dari kasus di pesawat atau kapal laut. Ini di luar kuasa kita. Nah sekarang kita sedang tangani. Akhirnya kita dapat pengalaman baru. Akhirnya kita lockdown tempat saja.

T: Data yang dimiliki Makassar sama dengan data di pemerintah pusat dan provinsi?

J: Kalau data nasional itu kan datanya hanya provinsi. Analasis epidemiolog itu sifatnya provinsi. Saya tidak bisa tersandera dengan provinsi. Saya memang sewa tim epidemiolog untuk mengukur. Lalu memberi saya advise tentang kecenderungan perkembangan kasus di kelurahan dan kecamatan. Termasuk soal klaster. Tidak bisa kita main main. Maksudnya tidak boleh kita tidak pakai data asal. Ibaratnya, jangan jadi pakai ilmu 'Kirologi' atau ilmu kira-kira. Harus pakai data. Banyak yang hancur karena pakai ilmu Kirologi.

T: Tadi Anda sempat menyebut soal suplemen yang digunakan untuk pasien Covid-19. Suplemen apa yang dimaksud?

J: Namanya Tratsar. Dan ini pengalaman sederhana. Jadi saya sama keluarga pernah terkena Covid, saya bergejala berat. Itu gara-gara waktu Pilkada menang. Begitu menang kan dicium-cium orang. Pusing kita. Saya sudah bilang, berat ini. Betul saja, setelah itu saya panas, demam tinggi, dan satu rumah kena (Covid). Sampai satu tukang masak saya di rumah meninggal. Ibu saya kena dan anak saya kena. Tapi anak kedua saya Alhamdulillah tidak kena. Semua pembantu kena. Terus saya tracing sendiri, test PCR. Ada 76 orang yang berhubugan sama saya, 17 positif. Bahkan CT nya ada yang 10, saya CT 13, bergejala berat.

Saya langsung ditangani dokter dokter, walaupun saya belum wali kota. Banyak dokter yang paling top di sana langsung datang. Saya diminta masuk ICU, tapi saya tidak mau. Saya di rumah saja. Dibawa itu tabung oksigen. Jadi saya dikasih obat obat Jepang, Avigan dan lain-lain. Ada juga obat dari Amerika. Pokoknya semua dari luar negeri.

Nah saya punya asisten rumah tangga, saya kasih obat yang buat profesor dan dokter, saya kasih dia walaupun CT nya cuman 10. Swab kedua mereka sudah negatif, saya ini swab keempat kelima masih positif. Akhirnya saya berhenti semua obat obat itu. Saya minum suplemen ini, akhirnya negatif. Makanya saya rancang, apalagi suplemen ini sudah mendapatkan pengakuan dari BPOM, jadi saya suruh minum.

Jadi suplemen ini bukan tradisional. Orang dulu pakai ini untuk obat. Semacam buah mengkudu campuran tertentu. Jadi Pak Kajati, Pak Kapolda saya kasih semua. Semuanya Sembuh. Jadi saya kasih dan banyak orang sembuh.



T: Sudah berapa banyak warga yang mendapat vaksinasi di Makassar?

J: Kita punya inovasi, namanya festifal vaksinasi. Kita paling cepat dalam hal vaksinasi. Sudah dua kali habis vaksin yang kita punya. Sudah 100 persen dari target. Hanya saja untuk lansia baru 20 persen. Tapi karena lansia itu mereka tidak boleh keluar sama anak anaknya. Takut. Tapi kalau Satgas Detektor turun, langsung sekalian vaksin. Sekarang saya kehabisan vaksin.

Waktu saya dilantik menjadi Wali Kota 26 Februari 2021, yang sudah divaksin bulan itu 14.000 orang. Dua bulan kemudian, sudah 144.000. Berarti sudah 140.000 dalam dua bulan. Saya bikin festival vaksinasi, orang datang berbondong-bondong. Tapi tidak ada kerumunan. Pertama, mereka dilarang membawa mobil, pakai ojek online. Tidak ada kendaraan, sunyi, kan ojek online dapat uang kan. Tapi karena ini gerakan baik, maka ojek online juga akhirnya memberikan tumpangan gratis. Jadi siapa yang mau vaksin, dikasih gratis.

Satu lagi, tidak ada keluhan dari yang sudah divaksin. Tidak ada keluhan itu karena orang di sana gengsi. Mereka malu kalau cerita ke orang lain takut jarum suntik dan sakit setelah suntik. Jadi mereka pikir 'Daripada cerita, saya lebih baik tahan saja'.

T: Penghuni pasar juga jadi prioritas vaksinasi?

J: Iya. Dan herannya, di pasar pernah kita PCR hanya 2 persen positif. Terus ojek online di bawah satu persen positif. Sedangkan di perkantoran di atas 40 persen. Itu semua karena AC. Makanya kita punya fatality rate paling rendah, BOR paling rendah dan recovery rate paling tinggi.

Di Makassar itu dulu 600 kasus positif satu hari, empat besar lima besar. Bayangkan di sini. Di Jawa Tengah 50 juta penduduknya, kita di Makassar 9 juta kok bisa ranking empat, pernah juga kita kalahkan Jawa Timur.

T: Lalu bagaimana cara Anda mengelola anggaran untuk penanganan Covid-19?

J: Itu kan ada perintah negara, ada refocusing. Jadi kita belanja kebutuhan penanganan Covid, lalu saya sewa gudang untuk distribusi barang. Ketika barang sudah datang, Saya display semua. Saya undang Kejaksaan, NGO. Saya minta mereka lihat sendiri. Hitung sendiri. Tidak usah takut. Kalau honor langsung ke rekening masing masing, transfer rekening untuk nakes. Dulu, uang banyak yang dibelanjakan tapi kita tidak tahu untuk apa. Kalau begini kan jelas semua orang semangat, karena jelas. [noe]

Sumber:https://www.merdeka.com/khas/wali-kota-makassar-tangani-covid-19-tidak-bisa-pakai-ilmu-kirologi-wawancara-khusus.html?

Akses: 9 Juni 2021

Berikan Komentarmu

Previous Post Next Post

*Artikel berita yang diposting oleh Skuadron Team EKSPEDISI DP ini adalah rilis berita yang dapat diposting ulang, atau dikutip sebagian atau keseluruhan.


**Untuk pertanggung-jawaban etika jurnalisme, setiap media yang memposting atau mengutip sebagian atau keseluruhan, dapat melakukan pendalaman dan pengembangan berita lebih lanjut, yang bukan merupakan bagian dari tanggung-jawab sebagaimana yang ada dalam artikel ini.