Bukan Dia Gubernurku

 


Oleh: Maqbul Halim


Nurdin Abdullah ditangkap KPK pada Jumat tengah malam, 26 Februari, atau setidaknya setelah hari Jumat itu, yakni Sabtu dinihari. NA, akronim nama Nurdin Abdullah, adalah Gubernur Sulsel yang terpilih pada Pilgub Sulsel 2018.


NA pernah menjabat Bupati Kabupaten Bantaeng dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Ia berprestasi menampilkan kabupaten yang dipimpinnya itu menjadi kabupaten sangat maju dalam pemberitaan media dan dalam advetorial. 


Soal sikap anti korupsi, lembaga-lembaga pro anti-korupsi yang bonafid, seperti Bung Hatta Award, sempat menilai NA sebagai tokoh atau pemimpin daerah anti korupsi. Saya tidak tahu pihak KPK yang juga diajak oleh NA berkoalisi melawan korupsi, apakah sempat menilai seperti itu juga. 


Dalam pembangunan Sulawesi Selatan, NA sempat melambungkan namanya sebagai pendekar pembangunan infrastruktur. Dia berhasil mempercantik banyak jalanan-jalanan Sulawesi Selatan di ruang Facebook, Instagram dan Twitter. 


Ia juga berhasil menjadi gubernur terbaik di seluruh Asia versi lembaga nilaba Internasional yang berkantor di sebuah lorong kecil Jalan Deng Tata, Kota Makassar. Ia mendapatkan banyak karangan bunga karena gelar terbaik itu. 


Kita tinggalkan ikhwal NA yang tertangkap KPK ini. Biarlah KPK yang urus NA. Biarkan NA didoakan terus oleh toko pembuat karangan bunga. 


Saya ingin bercerita tentang kepala daerah yang tidak ada kaitannya dengan NA. Seorang gubernur dari provinsi lain, bukan provinsi Sulawesi Selatan. Apa yang menarik dari gubernur ini?  


Gubernur ini mempraktekkan tiga dimensi korupsi yang tabu. Pertama, gubernur ini sangat percaya diri (over-confidence). Dengan jabatan gubernurnya itu, semua hal dikuasai lalu dikontrol. 


Ia menjadi sangat perkasa, kuat, dan berkuasa nyaris tanpa batas di atas jabatannya. Semua orang dibuat ketakutan. Semua orang dipandang kecil-lemah. Semua bupati/walikota diperlakukan sebagai bawahannya, sebagai petugasnya. 


Semua urusan pemerintahan kabupaten/kota di provinsinya menjadi urusannya juga. Ia mencaplok fasum-fasos, RTH di kabupaten/kota untuk dibanguni gedung-gedung bisnis dengan jaminan uang APBD di bank pemerintah daerah di provinsinya. 


Dimensi Kedua, gubernur ini sangat demostratif memperagakan aksi-aksi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ia tidak sungkan (terbuka) perlihatkan praktek KKN di hadapan publik dan di bawah langit. 


Ia dengan enteng dan tenang mempermalukan pejabatnya, lalu memecatnya, apabila tidak kooperatif diajak korupsi. Ia keluarkan pernyataan pers tentang rencananya akan mencopot pejabatnya yang korupsi dan kotor. Sehari setelah itu, ia lalu mengumumkan nama-nama pejabatnya yang dimutasi (dicopot). 


Ia terapkan model itu di pemerintahannya terhadap Kadis PU Binamarga, Kepala Inspektorat, Kabiro Umum, Pj Walikota, Kabiro Pemerintahan dan Otonomi Daerah, dan lain-lain. 


Gubernur yang penuh prestasi di lemari piala ini, terang-terang memasang kontraktornya untuk mengerjakan proyek-proyek kabupaten/kota yang didanai melalui bantuan hibah pemerintah provinsinya. Proyek-proyek itu antara lain jalan kabupaten, jalan kecamatan, jalan desa, pelabaran jalan kota, pedestrian, arena perparkiran, perluasan rumah sakit.


Bahkan, gubernur yang pernah menjadi bupati selama 10 tahun ini, tanpa ragu mengangkat putri kandungnya menjadi staf khususnya bidang pertanian. Menunjuk menantunya membentuk Perseroda yang akan mengusasai dan mengendalikan perusda dan perumda milik seluruh kabupaten/kota di provinsinya (subordinasi). 


Menantu, anak, ipar, besan, saudara kandung, istri, semua bergerak secara kolosal menguasai dan pengendalikan proyek-proyek besar, baik yang bersumber dari APBD provinsinya maupun yang berasal dari APBN. Tidak ada yang dibiarkan lepas ke tangan orang lain, meski pun itu hanya proyek penunjukan langsung (PL) yang nilainya tidak lebih dari Rp 200 juta. 


Ia merestui istrinya menjual jabatan-jabatan pratama di pemda provinsinya dan di pemkot/pemkab yang Pj-nya di bawah kendalinya. Sang suami menjual proyek, sang istri menjual jabatan. 


Sang istri yang berlatar keluarga akademisi ini, menguasai kantin dan katering di lingkup pemprovnya dan di kota/kabupaten yang dikuasainya. Bahkan hotel-hotel yang menjadi tempat isolasi mandiri, tidak dibolehkan melayani katering para pasien OTG Covid-19, melainkan harus dari katering yang ditunjuk oleh sang istri gubernur. 


Sang Ibu ketua Penggerak PKK ini juga menjemput marjin pembelian obat-obatan dan alkes di pabrik obat dan alkes di Jakarta, untuk pengadaan barang dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19 di provinsinya. Dibayar dimuka (down payment) jika ingin produksi pabriknya dibeli oleh pemerintah provinsi.


Dimensi ketiga, gubernur yang bergelar profesor ini, merasa aman dari Aparat Penegak Hukum (APH). Gubernur menjalin kerjasama melawan korupsi bersama dengan KPK. Ia menyiapkan ruang sekretariat KPK di lantai dua kantor Pemda Provinsinya. Ruangan itu dapat digunakan oleh KPK jika KPK memerlukannya.


Kian hari, ia makin berteman dengan KPK. Buktinya, ia diberi penghargaan oleh KPK sebagai pemimpin daerah yang bersih dan anti korupsi. Untuk lebih mempererat persahatannya dengan KPK, seorang oknum karyawan KPK ditunjuknya menjadi komisaris pada satu bank daerah yang mayoritas sahamnya dikuasai pemerintah provinsi.


Keluarga dekat APH di tingkat provinsi, direkrut menjadi pejabat di perusda provinsinya dan di perusda kabupaten/kota yang dikuasainya. Ada keluarga atau kerabat APH yang ditempatkan menjadi anggota dewan pengawas di perumda kota, menjadi anggota direksi perusda, menjadi komisaris di perusahaan publik. 


Dengan itu semua, gubernur ini merasa yakin bahwa ancaman dari APH relatif terkendali, dapat diredam. Karena itu, gubernur yang doyan produk Jepang ini, lebih lancar menggelar praktek KKN di hadapan APH tanpa rasa canggung dan rasa cemas. 


Saya melihat, provinsi Sulawesi Selatan tidak pernah punya gubernur yang seperti sebagaimana saya gambarkan di atas. Bahkan, gubernur Sulsel terakhir, Nurdin Abdullah, adalah gubernur yang tidak seperti itu.  


Makassar, 10 Maret 2021

Berikan Komentarmu

Previous Post Next Post

*Artikel berita yang diposting oleh Skuadron Team EKSPEDISI DP ini adalah rilis berita yang dapat diposting ulang, atau dikutip sebagian atau keseluruhan.


**Untuk pertanggung-jawaban etika jurnalisme, setiap media yang memposting atau mengutip sebagian atau keseluruhan, dapat melakukan pendalaman dan pengembangan berita lebih lanjut, yang bukan merupakan bagian dari tanggung-jawab sebagaimana yang ada dalam artikel ini.