Danny Pomanto "DP" Anak Lorongnya Makassar

 




Oleh: Ibnu Hajar Yusuf

Anak Lorong” secara harfiah merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang sering nongkrong atau mejeng di sebuah jalan kecil yang biasa disebut gang, yang oleh orang makassar disebut Lorong. 


Mereka bermukim, diselang waktu kesempatan mangkal dengan teman-temannya untuk bercerita, diskusi, bernyanyi sembari main gitar dan lain-lain inilah disebut anak Lorong.


Istilah anak lorong tidak ada yang tahu siapa yang pertama kali ucapkan, dan tidak ada kategorisasi yang menunjukkan orang-orangnya, serta tidak ada ciri yang membedakan “Anak Lorong” dengan yang bukan anak Lorong sehingga identitas ini dipakai secara bebas. Satu hal yang perlu dipahami dari ini, bahwa “anak Lorong” memberi makna bahwa mereka adalah simbol rakyat kecil , proletart yang merupakan warga biasa yang tidak mampu, masyarakat low kontes, atau orang-orang yang tidak memiliki daya secara ekonomi untuk bisa mejeng di tempat-tempat elit seperti mall, kafe, restoran dan lain-lain.


Namun secara konsepsi, “Anak Lorong” dalam tulisan ini menunjuk kepada Danny Pomanto sebagai Wali Kota Makassar 2014-2018. Yang sejak awal kepemimpinannya mengusung visi “Membangun Makassar Dari Lorong”, dengan gagasan itu ia kerap di sebut sebagai “Anak Lorongna Makassar” asli anak Lorong dengan memberikan gagasan dalam kepemimpinannya ingin menampilkan keberadaan Lorong yang dipandang sebelah mata, tapi justru wilayah Lorong ini adalah salah satu bagian penting dalam masyarakat Makassar menjadikan Lorong sebagai “ikon” Kota Makassar dalam berbagai tagline yang melekat dalam diri Danny Pomanto.


Ketika merefres Kembali ingatan kita pada pemelihan walikota 2018 menyisahkan cerita yang masih membekas dalam sebuah sejarah politik, Makassar sebagai salah satu daerah yang sangat kental dengan politik tak heran jika dalam proses Pilkada mengalami dinamika yang sangat luar biasa. 


Hal ini juga telah menjadi bahasa simbol secara tidak langsung dalam kancah perpolitikan nasional karena itu, tidaklah salah jika Pilkada Makassar juga dikatakan sebagai marwah politik timur Indonesia. Tingkat partisipasi pemilih terbilang cukup tinggi diiringi dengan tensi politik yang memanas sehingga menjadi perhatian nasional bahkan dunia saat pemilihan kepala daerah serentak untuk kedua kalinya Danny Pomanto mencalonkan diri seagai walikota makassar tahun 2018 sebagai petahana. 


Persaingan kedua kandidat waktu itu dipastikan akan sangat seru dan menegangkan, hal itu dikarenakan kedua pasangan calon dari usungan partai dan non partai, atau pertarungan “anak Lorong” (warga biasa) dengan partai politik tentu dalam pertarungan kala itu 2018 terlihat jelas “anak Lorong” yaitu Danny Pomanto seakan “dikoroyok” oleh hampir semua partai politik yang berada di barisan Appi. Kemudian Danny pomanto hanya bermodalkan foto copy Kartu Tanda Penduduk KTP warga dan solidaritas anak Lorong melawana mesin-mesin partai politik yang dioperasikan di setiap sudut, mengepung setiap arah, dan menyerang disetiap celah. 


Selain memiliki sebelas mesin partai pendukung Munafri Arifuddin (Appi) juga didukung kekuatan konglomerasi besar dan dengan financial tanpa batas. Belum lagi upaya kriminalisasi di tengah geliat prestasi ditujukan ke Danny pomanto menjadi serangan yang bertubi-tubi tanpa henti namun Danny Pomanto tetap berdiri tegak ,tegar menghadapi badai tsunami politik.


Dalam praktik Pilkada calon tunggal, sesungguhnya tidak dapat dikatakan sebuah pemilihan atau kontestasi politik bila tidak dihadapkan dengan petanding lainnya. Mekanisme kontestasi dalam demokrasi menyediakan sejumlah alternatif pilihan calon agar opsi dalam menghasilkan pemimpin yang berkualitas dapat terwujud. 


Secara teoritis, calon tunggal dalam Pilkada dapat dipastikan sebagai pemenang karena ketunggalannya lahir dari proses politik yang bersifat elitis, tidak adanya calon lain yang terjaring oleh partai politik dan tidak adanya pesaing dari jalur independen.Hal yang menarik dalam kontestasi politik ini, calon tunggal yang hadir dan disokong oleh mayoritas partai politik ini tidak serta merta boleh berdiri sendiri, karena secara regulasi dibutuhkan kontestan dengan membuat pilihan alternatif kotak kosong.


Dan rakyat Makassar mayoritas memiliki pilhannya sendiri dengan memenangkan kotak kosong karena melihat tahapan dan proses politik dinilai diluar dari kewajaran, adanya upaya kriminalisasi dan tidak dinamisnya kondisi demokrasi di makassar kala itu.


Perhelatan Pilkada telah dimulai saat ini telah tahapan telah berjalan “anak Lorong” itu itu Kembali bertarung di pentas politik dan demokrasi pemilhan walikota dan wakil Wali Kota Makassar 2020 tentu dengan metodologi, dan strategi politik yang berbeda.


Kali ini Danny Pomanto memilih jalur partai berpasangan dengan Ibu Hj Fatmawati Rusdi diusung dan didukung dua partai besar yaitu Partai Nasional Demokrat (NASDEM) dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA). Selanjutnya marii Bersama kita amati Kembali perjalanan pemilihan Wali Kota makassar selanjutnya.(*)

Berikan Komentarmu

Previous Post Next Post

*Artikel berita yang diposting oleh Skuadron Team EKSPEDISI DP ini adalah rilis berita yang dapat diposting ulang, atau dikutip sebagian atau keseluruhan.


**Untuk pertanggung-jawaban etika jurnalisme, setiap media yang memposting atau mengutip sebagian atau keseluruhan, dapat melakukan pendalaman dan pengembangan berita lebih lanjut, yang bukan merupakan bagian dari tanggung-jawab sebagaimana yang ada dalam artikel ini.