
Sebelumnya, KPUD Makassar resmi mendiskualifikasi
Danny Pomanto-Indira setelah mengeluarkan SK KPU Nomor
64/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 tentang Penetapan Paslon Wali kota
dan Wakil Wali kota Makassar 2018.
Dengan mengajukan gugatan tersebut, kasus sengketa
Pilkada Makassar akan dua kali bergulir di ruang sidang Mahkamah Agung (MA)
Republik Indonesia (RI).
KPUD Makassar sendiri menggugurkan Danny Pomanto,
setelah perintah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang diperkuat
oleh putusan MA.
Ada beberapa poin dalam SK KPUD, dan putusan MA yang
bisa menjadi celah bagi tim Danny Pomanto untuk bisa menang di ruang sidang MA.
Tidak
pernah ikut sidang
Dalam isi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak
kasasi KPUD Makassar, dijelaskan MA tidak melihat lebih detil
pelanggaran-pelanggaran Danny Pomanto dan alasan-alasannya.
Hal itu karena, pemeriksaan MA pada tingkat kasasi,
cuma berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan
hukum, seperti diatur dalam Pasal 30 UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985.
Dalam pasal tersebut diatur bahwa, MA bisa
membatalkan putusan PT TUN atau tidak, jika pengadilan di bawahnya tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku, atau lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Karena itu, Danny Pomanto mengajukan gugatan ke MA
karena tidak pernah dipanggil dalam persidangan dan memberi jawaban. Lalu
kemudian digugurkan.
Bukan
sengketa tata usaha, tetapi sengketa administrasi
Tim hukum Danny Pomanto-Indira, menilai perkara yang
dipersoalkan lawan Danny-Indira, yakni Appi–Cicu adalah menyangkut pelanggaran
yang diajukan dengan menggunakan sistem sengketa tata usaha pemilihan.
Akan tetapi, persoalan (pelanggaran) yang disengketakan
Appi-Cicu sebenarnya pada wilayah sistem sengketa administrasi pemilihan.
Domainnya adalah Mahkamah Agung RI, bukan PT TUN pasca keluarnya putusan dari
Panwaslu Kota Makassar.
Dengan menyengketakan sistem administrasi pemilihan,
MA tentu harus melihat berbagai aspek, termasuk melihat pendapat pihak Danny
Pomanto.
“Bahwa dalam proses sengketa tata usaha pemilihan
dan sengketa administrasi pemilihan keduanya, memiliki out put yang berbeda,”
jelas Adnan Buyung Azis, Kuasa Hukum Danny-Indira, melalui rilis yang diterima
terkini.id.
Dia menegaskan, out put dari sengketa tata usaha
pemilihan adalah pembatalan penetapan pasangan calon yang berkaitan dengan
tidak terpenuhinya syarat dan persyaratan bakal calon (Balon).
Sedangkan out put dari sistem administrasi
pelanggaran pemilihan adalah pembatalan Paslon yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.
Frasa
“tidak memenuhi syarat”
SK KPU Makassar oleh tim kuasa hukum Danny, dinilai
telah cacat substansi karena keputusan tersebut keliru dan salah mengartikan
alasan pembatalan dengan menggunakan Frasa “tidak memenuhi syarat…” sebagaimana
tertuang dalam pertimbangan keputusannya.
“Jika dikatakan tidak memenuhi syarat, maka ini juga
tidak benar oleh karena dalam penetapan Paslon DIAmi, tidak ada yang
mempermasalahkan, baik oleh Panwas Kota Makassar, Paslon APPI-CICU serta KPU
Makassar sendiri. Nanti setelah ditetapkan oleh KPU Kota Makassar, barulah
dipermasalahkan,” terang dia.
Salah
tulis nama Danny Pomanto
Tim hukum Danny juga menyoroti pertimbangan Mahkamah
Agung RI dalam perkara a quo jelas salah dalam menyebut nama bpk Dany Pomanto.
Dalam identitas KTP dan KK, nama yang benar adalah
Mohammad Ramdhan Pomanto. Namun dalam putusan tertulis Mohammad Ramadhan
Pomanto.
Bahwa secara hukum penulisan nama tersebut adalah
kekeliruan secara fundamental karena jelas dalam putusan tersebut bukan
Mohammad Ramdhan Pomanto yang dimaksud namun, nama lain sehingga secara hukum
dapat dikatakan error in persona dengan kata lain yang dimaksud Mohammad
Ramadhan Pomanto belum tentu Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) dan
memungkinkan konsekuensi dari putusan Mahkamah Agung RI adalah tidak dapat di
eksekusi (Non Excekutable).
Update 2-5-2018 Pukul 13:5
6 Wita
Post a Comment