PTTUN Batalkan Paslon Danny-Indira Jadi Preseden Buruk



Jakarta - Ketua Indonesia Democracy Watch (IDW), Maruli Tua Silaban menilai Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang membatalkan penetapan pasangan calon M Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari (Danny-Indira) di Pemilihan Wali Kota Makassar telah menjadi preseden buruk dalam sejarah perjalanan demokrasi di Indonesia. Dia menilai putusan tersebut keliru.

Sebelumnya, PTTUN mengabulkan gugatan yang diajukan tim kuasa hukum pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar, Munafri Ariffudin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu). Dalam putusannya, PTTUN memerintahkan KPUD Makassar untuk membatalkan penetapan paslon Danny-Indira. Danny Pomanto merupakan calon petahana.

"Jika paslon tersebut dinyatakan gugur dan tidak berhak untuk ikut sebagai paslon atas penerapan hukum peradilan TUN yang keliru akan memunculkan kartel politik dan menjadi preseden buruk dalam sejarah perjalanan demokrasi di Indonesia," ujar Maruli dalam diskusi bertajuk "Tolak Pemaksaan Lawan Kotak Kosong, Dukung Pilkada Bersih kota Makassar" di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (10/4).

Selain Maruli, diskusi tersebut dihadiri guru besar ilmu hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Amiruddin Ilmar dan pengamat politik, Ray Rangkuti.

Maruli menilai putusan PTTUN keliru karena peradilan TUN tidak berwenang menangani perkara yang tak ada hubungannya dengan pelanggaran administrasi pilkada. Menurutnya, gugatan terhadap Paslon Danny-Indira sesungguhmya tidak perlu ada. Pasalnya, Danny-Indira sedang melaksanakan kebijakan umum Pemerintah Kota Makassar yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diatur lewat peraturan daerah.

"Jika semangatnya untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi secara murni, pasangan Ramdhan Pomanto-Indira yang digugat di PTTUN seharusnya tidak perlu muncul," katanya.

Maruli mengatakan, karena melaksanakan kebijakan umum Pemerintah Kota Makassar seperti RPJMD, maka kebijakan tersebut tak bisa disangkutpautkan dengan kontestasi pilkada. Terlebih, pembatalan paslon hanya bisa dilakukan oleh lembaga pengawas pemilu melalui sidang adjudikasi.
"Jadi, langkah KPU setempat yang melakukan upaya hukum lanjutan berupa pengajuan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA) merupakan langkag tepat. Langkah itu bagian dari proses demokrasi yang jujur dan adil," katanya.

Sementara itu, Amiruddin Ilmar menilai putusan PTTUN salah alamat. Pasalnya, hal yang digugat adalah pelanggaran pilkada, bukan sengketa. Menurutnya, MA perlu menggugurkan putusan PTTUN.
“Ini masuk kategori pelanggaran, bukan kategori sengketa. Kalau ini masuk kategori pelanggaran, dan kepentingan sengketa dijadikan dasar putusan, maka menurut saya kewenangan hakim MA untuk memutuskan atau menggugurkan keputusan dari pada PTTUN itu,” katanya.

Aminuddin berharap, hakim MA jeli untuk membedakan masalah pelanggaran dan masalah sengketa. Tugas PTTUN, kata dia adalah mengadili masalah sengketa tentang hak yang dikebiri oleh pihak-pihak tertentu, bukan masalah pelanggaran, apalagi masalah administrasi pilkada.

Update 11-4-2018 Pukul 19:31 Wita

Berikan Komentarmu

Previous Post Next Post

*Artikel berita yang diposting oleh Skuadron Team EKSPEDISI DP ini adalah rilis berita yang dapat diposting ulang, atau dikutip sebagian atau keseluruhan.


**Untuk pertanggung-jawaban etika jurnalisme, setiap media yang memposting atau mengutip sebagian atau keseluruhan, dapat melakukan pendalaman dan pengembangan berita lebih lanjut, yang bukan merupakan bagian dari tanggung-jawab sebagaimana yang ada dalam artikel ini.