
Adalah Moh Ramdhan Pomanto. Calon
wali kota petahana yang maju mengaet mantan Wakil Ketua DPRD Makassar Indira
Mulyasari Pramastuti (DIAmi) ini, bertarung dengan pasangan politisi dan
pengusaha, Munafri Arifuddin - Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).
Diketahui, saat Danny-sapaan akrab
Moh Ramdhan Pomanto-jadi wali kota aktif, ia melakukan mutasi jabatan 6 bulan
sebelum penetapan calon. Hal ini kemudian diperkarakan pihak lawan yang
berujung di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar.
Sementara, kasus yang sama terjadi
di Kota Palopo. Di mana, calon Petahana Wali Kota Palopo Judas Amir melakukan
mutasi jabatan kepala sekolah, yang kemudian berujung pada rekomendasi Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu) untuk menggugurkan Judas Amir sebagai peserta
Pilwalkot Palopo.
Namun "Dewi Fortuna"
seakan berpihak ke Judas Amir. Judas diselamatkan oleh putusan Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyatakan, Judas Amir tidak bermasalah. Judas
pun tetap melengang masuk ke arena sebagai kontestan di Pilwalkot Palopo.
Kasus ini, kata Danny, sama dengan
di Makassar. Sehingga, ia menganggap ada upaya diskriminasi terhadap dirinya
sebagai petahana yang kembali maju. Menurut Danny, rivalnya tak ingin bertarung
di TPS (Tempat Pemungutan Suara) lantaran basis massa DIAmi diklaim cukup
tinggi.
Olehnya itu, kata Danny, pihak lawan
berusaha semaksimal mungkin agar menggugurkannya di pesta demokrasi.
"Hampir seluruh pakar hukum mengatakan tidak ada alasan untuk menggugurkan
kami. Kalau melihat berdasarkan fakta-fakta hukum," kata Danny dalam
wawancara khusus yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta, Senin
(23/4/2018).
"Di Makassar ada kasus yang
mirip, misalnya di Palopo. Di Palopo kepala sekolah dimutasi. Tapi setelah ada
surat dari Mendagri, bukan itu yang dimaksud di pasal 71, Alhamdulillah tidak
ada masalah," ujar Danny menambahkan.
Menurut Danny, apa yang ia lakukan
dan dianggap melanggar, sebenarnya sudah tertera di RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah). Sehingga, ia harus melaksanakan program yang sudah
dibuat. "Jadi terkait putusan PTTUN, sangat merugikan saya sebagai peserta
di Pilwalkot Makassar," ujarnya.
"Kami ini menjalankan RPJMD,
berarti kalau begitu calon petahana lebih bagus ndak usah bikin apa-apa dong.
Sedangkan kami sebagai kepala daerah harus menjalankan RPJMD selama 5 tahun.
Ini kan hal yang sangat kontraproduktif dan merugikan kami. Kami sangat
terzalimi dengan kondisi hukum pilkada seperti ini," tutur Danny.
Update: 24-4-2018 Pukul 13:21 Wita
Post a Comment