“Anak lorong” secara harfiah merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang sering
nongkrong atau mejeng di sebuah jalan kecil yang disebut gang, yang oleh orang
Makassar disebut lorong.
Mereka yang mangkal dengan teman-temannya untuk
cerita, diskusi, bernyanyi, dan lain-lain inilah disebut dengan “anak lorong”.
Istilah itu tidak ada yang tahu siapa yang pertama kali ucapkan, dan tidak ada
kategorisasi yang menunjukkan identitas orang-orangnya, serta tidak ada cirri
yang membedakan “anak lorong” dengan yang bukan anak lorong. Sehingga identitas
ini dipakai secara bebas.
Satu hal perlu dipahami dari ini, bahwa “anak
lorong” memberi makna mereka adalah simbol rakyat kecil, warga biasa yang tidak
mampu, masyarakat kelas bawah, atau orang-orang yang tidak memiliki daya secara
ekonomi untuk bisa mejeng di tempat-tempat elit seperti mall, kafe dan
lain-lain.
Namun secara konsepsi, “anak lorong” dalam tulisan
ini menunjuk kepada Danny Pomanto sebagai Walikota Makassar yang sejak awal
kepemimpinannya mengusung visi “Membangun Makassar Dari Lorong”, dengan gagasan
itu ia kerap disebut sebagai “Anak Lorongna Makassar”.
Para
Pengeroyok
Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak
Tahap II tahun 2018 ini, Danny Pomanto (DP) kembali mencalonkan diri menjadi
Walikota Makassar sebagai petahana, ia memilih meninggalkan wakilnya saat ini
yaitu Syamsul Rizal, dan mengambil Indira Mulyasari sebagai pasangan calon
Walikota untuk periode kedua.
Sebab pada periode kedua ini, awalnya Syamsul Rizal
menyatakan diri maju sebagai calon Walikota berpasangan dengan Iqbal Djalil,
namun disayangkan di akhir pendaftaran di KPU pasangan yang diusung Partai
Keadilan Sejahtera berjuluk DIAji ini batal mencalonkan diri, disebabkan karena
tidak mampu mencari tambahan partai untuk memenuhi presidential threshold 20
persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Berbeda dengan DIAji yang memaksakan diri maju lewat
jalur partai politik, calon petahana Dany Pamanto dengan pasangannya Indira
Mulyasari (DIAmi) bernasib beruntung karena menggunakan jalur non partai atau
jalur independen sehingga ia dapat melenggang. Itu artinya, dalam kompetisi ini
hanya menyisahkan dua pasangan calon yang akan bertarung secara head to head
yaitu Danny Pomanto dan Indira Mulyasari (DIAmi) dengan Munafri Arifuddin-Andi
Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).
Persaingan kedua kandidat ini dipastikan akan sangat
seru dan menegangkan, hal itu dikarenakan keduanya merupakan pertarungan partai
dan non-partai, atau pertarungan ”anak lorong” (warga biasa) dengan parpol.
Tentu dalam pertarungan ini terlihat jelas “anak lorong” yaitu Danny Pomanto
sedang “dikeroyok” oleh hampir semua partai politik yang berada dibarisan
pendukung dan pengusung pasangan Appi-Cicu.
Terdapat sebelas partai yang mendukung pasangan
Appi-Cicu, yaitu Golkar, Nasdem, PDIP, PPP, PAN, Hanura, PBB, Gerindra, PKPI,
PKB dan PKS. Kesebelas partai tersebut telah menyusun strategi pemenangan
yang canggih, telah membentuk tim yang terstruktur, dan metode gerakan politik
yang massif.
Secara marketing politik, tentu saja dengan mesin
partai yang sudah mulai dijalankan akan sangat mudah mengalahkan DIAmi yang
hanya bermodal foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga. Masin-mesin dari
sebelas partai tersebut akan dioperasikan di setiap sudut, mengepung dari
setiap arah, dan menyerang dari setiap celah.
Selain memiliki sebelas partai yang menjadi
“algojo”, Appi-Cicu juga didukung oleh kekuatan konglomerasi besar dan dengan
finansial yang tanpa batas. Kita tahu Munafri Arifuddin (Appi) adalah
anak menantu Aksa Mahmud dan CEO PSM. Sedangkan Aksa adalah adik ipar Wakil
Presiden Jusuf Kalla (JK).
Aksa merupakan pendiri Bosowa Corp, menduduki 38
dari 40 orang terkaya versi Forbes. Artinya, dengan kekuatan mesin
sebelas partai yang tersebar, ditambah dengan kekuatan isi rekening yang
gede, dukungan para konglomerasi jaringan bisnis Bosowa Grup yang menyeluruh,
serta jaringan oligarki yang kuat, menjelma menjadi kekuatan politik raksasa.
Dan gabungan “raksasa” ini akan melawan seorang “anak lorong”, entah siapa yang
menang dan kalah, mari tetap menyaksikan.
Kriminalisasi
di Tengah Geliat Prestasi
Memilih menggunakan jalur independen atau non-partai
bukanlah tanpa pertimbangan, walaupun sebelumnya secara tegas Partai Demokrat
menyatakan siap usung, namun karena atas dorongan arus bawah terutama dari
“lorong”, DIAmi mantapkan diri memilih bersama warganya. Mereka berhasil
mengumpulkan KTP jauh melampaui target yaitu 123.471 dari 65.000 yang
disaratkan KPU. Selain dukungan dari arus bawah, dari solidaritas anak lorong,
warga biasa, rakyat kecil, orang-orang yang mencintainya, Dany juga
mengandalkan prestasi-prestasi yang telah ia buat selama kepemimpinannya,
gagasan-gagasan inovatif dalam mambangun Makassar, dan membangun mental
birokrasi.
Dalam kurun 4 tahun masa jabatannya, ia telah
mendapatkan 130 penghargaan nasiona dan internasional: meraih Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) berturut-turut dari BPK, Piala Adipura tiga tahun
berturut-turut (2015, 2016, 2017), berkat 100 inovasi daerah yang dimilikinya,
Makassar kembali dinobatkan sebagai peraih Innovative Government Award (IGA)
Mendagri.
Inovasi-inovasi seperti 100.000 Smart Card,
Apartemen Lorong, Industri Anak Lorong, Makassar Home Care, dll, menjadikan
Makassar sebagai Kota yang dinilai berprestasi dan kerja nyata dengan tingginya
unsur keterlibatan masyarakat.
Di tengah decak kagum warga nasional dan dunia
internasional terhadap kemajuan Kota Makassar yang pesat dan prestasi
kepemimpinannya yang cemerlang tersebut, Danny Pomanto malah dituduh melakukan
korupsi, hingga hingga kantornya di geledah.
Awalnya ia dituduh melakukan korupsi royek Sanggar
Seni Lorong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), namun ditengah jalan
dimunculkan kasus lain yaitu Dana Pengelolaan Bantuan Dana Bergulir, Koperasi
dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PBDB-UMKM) Makassar. Namun Danny Pomanto
tidak gentar, ia hadapi dengan jantan.
Munculnya kasus-kasus ini tidak terlepas dari unsur
politis. Terlepas dari upaya penegakkan hukum, tapi dalam proses itu masyarakat
paham mana yang ditegakkan secara benar dan mana yang dipolitisasi.
Faktanya, munculnya nama Danny Pomanto dalam dua
kasus tersebut terus digoreng hingga hari ini oleh lawan-lawan politiknya, dan
dengan kasus itu prestasinya mulai dinihilkan. Tetapi sebagai manusia yang
beragama, kita harus yakin bahwa kebenaran dan kejujuran pasti akan menang.
Wallahualam!
Post a Comment