Koalisi Rakyat versus Parpol, Siapa Kuat?

– Sepuluh Paslon Pilih Jalur Independen

Koalisi Rakyat versus Parpol, Siapa Kuat?MAKASSAR, RAKYATSULSEL.COM – Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar di Sulsel Juni mendatang, diikuti oleh sepuluh Pasangan Calon (Paslon) yang memilih jalur independen. Sedangkan 27 paslon diusung oleh Partai Politik (Parpol). Lalu, siapa yang lebih kuat?





Di Pilgub Sulsel, pasangan Ichsan Yasin Limpo – Andi Mudzakkar (IYL – Cakka) merupakan satu-satunya peserta jalur independen dari empat peserta yang mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel.

Selanjutnya, di Kabupaten Bantaeng diikuti dua paslon jalur independen dari empat peserta, masing-masing A Baso Fahrir – Alam Syahruddin dan Muh Alwi – Nurdin Halim. Sedangkan di Pilkada Jeneponto diikuti satu pasangan independen yaitu pasangan HA Baharuddin Baso Jaya – H Isnaad Ibrahim.

Di Pilkada Bone, satu peserta perseorangan dari dua peserta yang bakal bertarung pada pilkada serentak tahun ini yakni pasangan H Rizalul Umar – H Andi Mappamadeng Dewang.
Begitu juga di Kabupaten Sidrap, tercatat empat peserta pendaftar pilkada. Diantaranya, dua peserta jalur perseorangan masing-masing pasangan A Ikhsan Hamid – M Resky Jabir dan pasangan Soalihin – Muhammad Nasiyanto.

Peserta independen juga terdaftar pada Pilkada Pinrang, yakni pasangan H Hamka Mahmud – Ahsan, selebihnya tiga pasangan lainnya dari jalur parpol. Sementara di dua kota di Sulsel, yakni Kota Makassar terdaftar dua peserta pasangan, satu di antaranya dari jalur perseorangan yakni pasangan Moh Ramdhan Pomanto -Indira Mulyasari Paramastuti, dan di Kota Palopo terdaftar tiga peserta, di antaranya satu bakal calon independen yakni pasangan H Buya Andi Ikhsan – A Togellangi Sulthani.

Pakar Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Syarifuddin Jurdi, menuturkan, baik jalur parpol maupun independen masing-masing memiliki keunggulan. Tinggal bagaimana kandidat dari masing-masing jalur tersebut mematangkan strategi untuk pemenangannya.

“Jalur parpol menjadi pilihan ideal untuk memperkuat konsolidasi demokrasi. Mereka yang menggunakan parpol memiliki nilai plus untuk memperkuat demokrasi, juga ditopang untuk infrastruktur partai yang berakar sampai tingkat desa,” kata Syarifuddin, Minggu (21/1) kemarin.

Menurutnya, kalau jaringan partai bekerja efektif, maka calon yang didukung partai akan mudah konsolidasi dan mobilisasi massa. Tapi terkadang dalam faktanya, calon yang didukung partai justru tidak berhasil memaksimalkan jaringan partai, seperti kasus Pilkada Takalar.

“Untuk jalur independen sendiri, memiliki kesiapan penuh untuk mengikuti pilkada dengan mengumpulkan dan memperoleh dukungan KTP dari warga. Apalagi, pilkada ini verifikasi dukungan KTP sangat ketat,” terangnya.

“Jalur perseorangan juga bisa memecahkan dukungan massa partai, bahkan sebagian elite partai justru mendukung calon perseorangan,” lanjutnya.

Khusus di Pilwalkot Makassar, dimana petahana Moh Ramdhan Pomanto – Indira Mulyasari Paramastuti (DIAmi) memilih jalur independen, dan mendapatkan penantang yang didukung parpol dengan koalisi gemuk, Munafri Arifuddin – Rachmatika Dewi (Appi – Cicu), menurut Syarifuddin, peluang Appi – Cicu untuk menumbangkan petahana sangat terbuka. Dengan syarat, parpol pengusungnya dapat bekerja secara maksimal. Apalagi, beberapa parpol pengusung Appi – Cicu merupakan parpol yang awalnya all out memenangkan pasangan DIAmi.

“Melihat peta dukungan dua calon, secara real berdasarkan dukungan partai, Appi – Cicu berpotensi bersaing dan bisa mengalahkan petahana. Dengan syarat, partai pendukung bekerja sungguh-sungguh untuk memenangkannya,” tuturnya.

Apalagi dari segi modal ekonomi, politik dan modal sosial, pasangan ini juga cukup kuat. Setidaknya, bisa menyaingi pasangan petahana. Meskipun begitu, peluang petahana untuk menang bisa dikatakan lebih besar dengan penguasaan geopolitik di masyarakat. Terlebih lagi, maju dengan membangun koalisi rakyat yang sudah bisa diperkirakan jumlah dukungan yang ia terima.

“Pasangan Danny – Indira memiliki keunggulan karena petahana memiliki jaringan kuasa sampai tingkat RT/RW. Pasangan ini cukup meyakinkan dengan adanya dukungan KTP sebagai syarat pencalonannya. Ditambah lagi dengan perpecahan dalam tubuh partai penopang penantang seperti PAN dan partai lainnya,” jelas Syarifuddin.

Direktur Riset Celebes Research Centre (CRC), Andi Wahyudin, mengatakan, saat ini CRC belum bisa berkesimpulan terkait siapa yang lebih kuat di Pilwalkot Makassar. Apakah yang didukung oleh koalisi rakyat yakni DIAmi, atau yang diusung oleh parpol yaitu Appi – Cicu.

“Kemungkinan bulan Maret bisa ada hasil. Saat ini, kami belum mengupdate lengkap data Makassar untuk 2018,” ujarnya.

Secara umum, ia berpendapat, dalam setiap kontestasi politik, penantang selalu butuh kerja ekstra untuk menumbangkan petahana. Apalagi, jika petahananya telah membuktikan kinerjanya.

“Posisi Danny sebagai petahana yang dipersepsi oleh publik Kota Makassar bekerja dengan baik, tingkat kepuasan publik yang tinggi, tentu punya nilai positif bagi pasangan DIAmi,” jelasnya.

“Tentu, siapa yang diuntungkan. Pasangan yang mampu mengkapitalisasi empat kunci sukses dalam pilkada. Pertama, figur yang kuat, program yang diinginkan pemilih, team work yang solid, dan pendanaan yang likuid,” pungkasnya.

Pakar politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Makassar, Arqam Azikin, juga menyampaikan analisisnya. Menurutnya, koalisi besar tidak menjadi jaminan untuk memenangkan kontestasi politik. Hal ini sudah terbukti di beberapa Pilkada.

Terbaru di Takalar, koalisi gemuk yang dibangun Burhanuddin Baharuddin – Natsir Ibharim ditumbangkan oleh koalisi ramping PKS dan NasDem yang mengusung Syamsari Kitta – Achmad Deng Se’re.

“Paramater utama dalam menggaet simpati pemilih adalah figur yang didorong. Menang di pilkada itu tidak cukup hanya mengandalkan partai, tapi orang bisa menang kalau punya kekuatan figur, punya daya tarik politik, komunikasi, agenda, program, ketokohan, serta kemampuan meyakinkan publik,” jelasnya.

Sementara, Konsultan Politik Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy, menuturkan, keunggulan kandidat dari jalur parpol akan memperkuat dan mempermudah kerja-kerja politik tim yang sudah dimiliki sebelumnya. Parpol memiliki struktur dan jaringan hingga ke level terkecil, sehingga akan sangat membantu kandidat dalam proses sosialisasi.

“Parpol memiliki kader-kader, utamanya anggota legislatif yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi vote getter. Tantangannya, bagaimana soliditas kader parpol dalam mengusung kandidat terbangun dan kerja politiknya bisa dioptimalkan,” kata Nursandy.

Kandidat yang maju melalui jalur perseorangan, jelas Nursandy, dari sisi kekuatan elektoral, sudah mendapatkan gambaran kekuatan dengan dukungan KTP dari warga pemilih.

“Dukungan rakyat lebih terasa nyata bagi kandidat. Tantangannya, butuh energi besar dalam membangun jaringan politik yang kuat,” jelasnya.

Sumber: http://rakyatsulsel.com/koalisi-rakyat-versus-parpol-siapa-kuat.html
Update: 23 Januaru 2013 Pukul 11:12



Berikan Komentarmu

Previous Post Next Post

*Artikel berita yang diposting oleh Skuadron Team EKSPEDISI DP ini adalah rilis berita yang dapat diposting ulang, atau dikutip sebagian atau keseluruhan.


**Untuk pertanggung-jawaban etika jurnalisme, setiap media yang memposting atau mengutip sebagian atau keseluruhan, dapat melakukan pendalaman dan pengembangan berita lebih lanjut, yang bukan merupakan bagian dari tanggung-jawab sebagaimana yang ada dalam artikel ini.