MAKASSAR - Sejarah
mengajarkan ummat manusia untuk tidak salah dalam menentukan arah hidupnya.
Beruntunglah orang yang tidak mengulangi kegagalan sejarah itu.
Menarik menelesik kembali
perbuatan kaum Nabi Musa AS. Adalah Bani Israil, kaum yang keras kepala, ingin
hidup enak, tidak bersyukur, diberi amanah ia ingkar, tak mau bersabar, dan
membangkang terhadap perintah.
Di era kenikinian, kabinet
Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto terkenal dengan kabinet yang tangguh,
punya determinasi tinggi, dibuktikan dengan tradisi prestasi yang membanggakan.
Tapi, ada-ada saja segelintir yang masih berpaling, semoga mereka bukan bagian
dari kaum itu.
Mempersamakan tentu tidak bisa
sama karena eranya berbeda. Mencermati historia tersebut maka peluang kegagalan
kaum terdahulu bukan tidak bisa terulang manakala orang yang diberi amanah juga
ingkar.
Memang tak ada salahnya kita
flashback sejarah di masa lalu, bahwa Nabi Musa telah berupaya keras mengangkat
derajat kaumnya.
Bani Israil dituntun menuju
tanah suci yang dijanjikan sebagai tempat selamat dan sejahtera, namun mereka
sendiri memilih jalan sesat karena penghianatan yang mereka lakukan.
Nabi Musa telah mempertaruhkan
segalanya untuk meruntuhkan tirani raja yang bengis dan penindas itu.
Adalah Firaun sang Raja
diktator, menguasai politik, ekonomi, dan militer. Tapi Nabi Musa tak pernah gentar,
keteguhan hati dan keyakinan yang disandarkan kepada tuhan, mampu mengalahkan
Firaun yang penuh dengan tipu muslihat.
Sebenarnya bukan itu
fundamentalnya. Nabi musa tak bisa lagi berbuat untuk mempertahan Bani Israil
karena mereka sendiri menzholimi dirinya, dan menduakan keimanannya.
MENINGGALKAN
KAUMNYA 40 HARI
Di suatu hari, Bani Israil
yang selamat dari pengejaran Firaun, masih tak percaya akan kebesaran Allah
dalam peristiwa yang nyata dihadapan mata mereka. Laut merah yang terbelah
menjadi sebuah lembah panjang, nampak sangat mustahil bagi mereka.
Mereka juga melihat Firaun dan
bala tentaranya tenggelam dilahap ombak. Mereka bergembira atas kemenangan dan
berhasil kabur dari kejaran Firaun, Sang Penindas.
Namun, Nabi Musa mendapat
perintah dari Allah agar menetap di gunung Al-Thur selama empat puluh hari.
Saat Nabi Musa meninggalkan kaumnya, tak disangka mereka berkhianat pada Musa.
Mereka tidak menyembah Allah
lagi, melainkan menyembah sapi betina dari emas. Saat Nabi Musa pulang dan
melihat kaumnya menyembah sapi betina emas itu, ia marah kemudian Ia berdoa
kepada Allah dan Allah pun murka kepada kaum Bani Israil.
Azab Allah pun tiba. Mereka
dihukum dengan pengembaraan di alam liar gurun pasir Sinai selama empat puluh
tahun. Mereka hidup di tempat yang berbeda-beda selama masa tersebut. Jauh dari
tanah suci yang telah dijanjikan itu.
Serupa tapi tak sama, Danny
Pomanto sedang turun di pertarungan Pilkada. Ketika meninggalkan orang-orangnya
hanya 4 bulan lamanya, dibelakang segelintir diduga bermufakat untuk melanggar
perintah.
Imbas kegaduhan itu membuat
Danny terpaksa mengevaluasi dan mereshuffle kabinet kerjanya.
Danny prihatin kualitas
pelayanan masyarakat ikut menurun, sehingga bagi yang tersangkut kasus hukum
diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalanya.
Alhasil, tak ada pembelaan
atas mereka yang diduga melakukan ikonsistensi ini, bahkan rakyat pun ikut
memberi sanksi atas perbuatan melawan pimpinan tersebut.
Tentu ekspektasi kita,
cukuplah kaum Nabi Musa yang mengalami, tidak untuk birokrasi Makassar saat ini
diterpada badai poliitik.
Pembaca yang budiman, mari
kita memetik hikmah, jangan sekali-kali kita lupa pada sejarah, baik sejarah
orang-orang yang telah berjasa maupun sejarah bagi si pecundang seperti
gambaran pada kaum Nabi Musa AS. Karena yakinlah kemungkaran akan selalu
dikalahkan oleh kebenaran.
Di bulan Suci yang penuh
rahmat ini, mari kembali kita introspeksi diri, agar kita lebih mudah
menentukan tujuan hidup ke depan. Mari melanjutkan sejarah peradaban ini dengan
menebar kebaikan kepada sesama. (*)
Penulis : Omar Syarif
Sumber : https://www.portalmakassar.com/kabinet-danny-pomanto-dan-ingkarnya-kaum-nabi-musa/
Update Jumat
8-6-2018 Pukul 14:24 Wita
Post a Comment