Makassar - Skenario kotak kosong dengan cara menjegal petahana maju pilkada melalui jalur hukum kini menjadi strategi yang populer ditempuh penantang di berbagai pilkada. Strategi yang dilakukan Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) ini banyak dicontoh oleh penantang yang tidak percaya diri (pede) melawan superioritas petahana.
“Karena hal seperti ini juga terjadi
di Pilkada Kota Pare-pare dan Kota Palopo dan beberapa pilkada lainnya di
Indonesia yang mana penantang head to head melawan petahana. Aksi menjegal
langkah petahana melalui jalur hukum menjadi fenomena strategi politik baru
bahwa ketika head to head melawan petahana, lebih baik menang sebelum pemilihan
di TPS dilakukan dengan cara menjalankan skenario kotak kosong,” kata Direktur
Riset Celebes Research Center (CRC) di Warkop Dottoro, Jalan Boulevard,
Makassar, Minggu (22/4/2018).
Dalam diskusi bertema “Membedah
Dampak Sosial Putusan MA” tersebut, Wahyuddin membeberkan bahwa superioritas
pasangan Moh Ramdhan “Danny” Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) hampir mustahil
untuk dikalahkan di bilik TPS. Olehnya strategi penjegalan dengan memanfaatkan
jalur hukum wajar ditempuh oleh kubu Appi-Cicu.
“Sehingga berkembang opini bahwa
ranah hukum telah menjadi alat politik untuk memenangkan pilkada sebelum
pertarungan sebenarnya di bilik TPS dimulai,” tandasnya.
Survei CRC pada 1-14 Maret lalu
dengan sampel 1000 responden di semua kecamatan, DIAmi unggul telak dengan
elektabilitas 71,8 %. Sementara Appi-Cicu hanya mampu meraih dukungan 18,8%
warga Makasaar. Strongvoter DIAmi juga teramat besar yakni mencapai 48,7%.
Stongvoters adalah tipikal pemilih loyalis yang tidak akan mengubah pilihannya
sampai hari H.
“Kalau kotak kosong terjadi,
konsekuensinya partisipasi pemilih bisa turun jika loyalis ini ogah ke TPS.
Selama ini partisipasi pemilih di Makassar maksimal hanya 60-70 % saja. Namun
bisa juga loyalis ini akan memilih kotak kosong dan mengkampanyekan kotak
kosong sebagai bentuk kekecewaan karena jagoannya dijegal maju oleh rival,”
kata Wahyuddin.
Ia melanjutkan, mayoritas warga
Makassar memilih DIAmi karena melihat kesuksesan kepemimpinan Danny Pomanto,
bukan karena faktor patron-klien.
“Yang menjadi kendala, banyak
pemilih tidak mengerti apa itu kotak kosong. Bisa jadi pemilih banyak yang ogah
menggunakan hak suaranya karena menganggap jagoannya sudah tidak maju. Ini akan
menjadi pekerjaan berat bagi KPU untuk mensosialisasikan kotak kosong agar
partisipasi warga yang menggunakan hak suaranya itu tidak berada di angka
terendah,” tambah pakar hukum Unhas Dr Sakka Pati. (*)
Sumber Artikel : https://metrotimur.com/jegal-petahana-jadi-strategi-populer-penantang-yang-tidak-percaya-diri/
Update: 23-4-2018 Pukul 11:39 Wita
Post a Comment